Cari Blog Ini

PEDOMAN PENGENALAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT VIRUS PADA CABAI

/ Category:

PUPUK DARI NUKLIR

/ Category:

Pupuk adalah salah satu bahan yang sangat dibutuhkan oleh tanaman guna menunjang pertumbuhannya. Secara umum pupuk dapat diartikan suatu bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik, kimia atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman. Termasuk dalam pengertian ini adalah pemberian bahan kapur dengan maksud untuk meningkatkan pH tanah yang masam, pemberian legin bersama benih tanaman kacang-kacangan serta pemberian pembenah tanah (soil conditioner) untuk memperbaiki sifat fisik tanah. Demikian pula pemberian urea dalam tanah yang miskin akan meningkatkan kadar N dalam tanah tersebut. Semua usaha tersebut dinamakan pemupukan. Dengan demikian bahan kapur, legin, pembenah tanah dan urea disebut pupuk.
Saat ini telah muncul jenis pupuk baru yang patut dikembangkan di dunia pertanian yaitu pupuk radiasi nuklir. Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaaan pupuk organik. Dimana sisi negatif akibat ketergantungan dengan pupuk organik akan merusak kesuburan tanah.
Pupuk hayati (biofertilizer) hasil radiasi nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) bernama Azora ini terbukti mampu meningkatkan produktivitas pertanian. Seperti yang dikatakan oleh Kepala Batan Dr. Hudi Hastowo "Pupuk hayati Batan ini memacu pertumbuhan tanaman seperti membuat akar dan daun lebih banyak, meningkatkan hasil, memperbaiki kualitas menjadi lebih menarik dan bersih, serta mengurangi pemakaian pupuk,".
Batan telah meriset dan memperoleh mikroba yang membuat tanah lebih mampu menangkap nitrogen dan membuatnya menjadi subur. Mikroba bernama Azospherelium ini disterilisasi dengan radiasi. Radiasi dengan sinar gamma dari Cobalt 60 merupakan teknik sterilisasi bahan pembawa pupuk hayati yang telah teruji efektif dan efisien dibanding dengan teknik `autoclave` (sterilisasi panas -red) yang biasa dilakukan.
Pupuk ini sudah di uji coba pada tanaman jagung serta tanaman hortikultura seperti salada, kubis, brokoli, sawi, atau cabe dan terbukti secara signifikan meningkatkan produksi tanaman tersebut.
Guna meningkatkan produktivitas di dunia pertanian dan mengembangkan agribisnis para petani, diharapkan para petani Indonesia mampu memanfaatkan pupuk ini. Namun hal ini juga tidak boleh lepas dari dukungan pemerintah dan instansi-instansi terkait untuk memperkenalkan pupuk ini kepada para petani. Karena masih minim sekali petani yang tahu dengan pupuk model baru ini sehingga penyuplaian pupuk kepada para petani perlu ditingkatkan.
sumber: KOMPAS.

MENGENAL PENYAKIT PADA TANAMAN CABE

/ Category:

1. Penyakit tepung
Penyakit tepung disebabkan oleh cendawan Oidiopsis capsici. Gejala serangan ditandai dengan adanya lapisan tepung berwarna putih terutama menempel pada sisi bawah daun (Gambar  11). Daun yang terserang menjadi pucat dan cepat rontok (Semangun 1989).
Pengendalian penyakit tepung pada tanaman sebagai berikut :
1) Pemasangan dan pengasapan dengan pembakaran serbuk belerang.  Untuk mencegah serangan penyakit tepung pada pertanaman paprika dipasang serbuk belerang yang diletakkan dalam belahan bambu sebanyak 1 belahan bambu per 2 m2. Pengasapan dengan pembakaran serbuk belerang seminggu sekali. Alat yang digunakan adalah yang biasa digunakan untuk pengemposan  tikus. Pengasapan dilakukan pada sore hari setelah pukul 17.00 (Gambar 12), ketika suhu udara sudah menurun.

 Daun tanaman paprika yang terserang penyakit tepung 
Pemasangan belerang (kiri) dan pengasapan dengan pembakaran serbuk belerang (kanan) untuk mencegah serangan penyakit tepung.

2) Penyemprotan fungisida.  Jika serangan penyakit tepung rata-rata telah mencapai 5% luas daun, maka pertanaman paprika disemprot dengan fungisida selektif Fenarimol (Rubigan 120 EC) atau Heksakonazol (Anvil 50 SC) (Moekasan 2002).

2. Penyakit layu fusarium
Penyakit layu fusarium disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum (Semangun, 1989). Infeksi awal terjadi pada leher batang tanaman bagian bawah yang bersinggungan dengan tanah. Selanjutnya infeksi  menjalar ke perakaran sehingga akar mengalami busuk basah. Gejala pada bagian tanaman di atas tanah  adalah terjadinya kelayuan daun bagian bawah, yang selanjutnya menjalar ke atas, ke ranting-ranting muda dan akhirnya tanaman mati (Suryaningsih et al. 1996). Cendawan berada di dalam pembuluh kayu dan menyebabkan jaringan ini berwarna coklat (Semangun 1989).
 
Pengendalian penyakit layu fusarium:
1) Eradikasi selektif
Jika dijumpai tanaman yang terserang penyakit layu fusarium dilakukan eradikasi selektif, yaitu dengan cara menyingkirkan tanaman dan media tanamnya lalu memusnahkannya.
2) Penggunaan fungisida
Fungisida yang selektif dan efektif dan dianjurkan adalah Benomil (Benlate) atau Klorotalonil (Daconil 75 WP). Larutan fungisida dengan konsentrasi yang dianjurkan disiramkan ke perakaran dengan dosis 100 ml per polybag  (Moekasan 2002).

3. Penyakit layu bakteri
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Ralstonia (Pseudomonas) solanacearum. Bakteri ini termasuk mikroorganisme patogen tular tanah atau dikenal dengan nama soil borne disease, dapat hidup bertahan dalam tanah dalam waktu yang relatif sangat lama (3-5 tahun) (Kelman, 1953).
Serangan penyakit ini menyebabkan layunya daun-daun tanaman yang dimulai dari daun bagian atas. Tanaman tampak seolah-olah seperti kekurangan air. Setelah beberapa hari gejala kelayuan diikuti oleh layu yang tiba-tiba dan layu permanen seluruh tanaman, tetapi daun tetap berwarna hijau atau sedikit menguning.

Pengendalian penyakit layu bakteri sebagai berikut:
1) Perlakuan air penyiraman
Untuk mencegah serangan layu bakteri, pada air penyiraman ditambahkan kaporit sebanyak 1 ppm (Moekasan 2002).
2) Penggunaan musuh alami
Musuh alami yang potensial untuk mengendalikan penyakit layu bakteri adalah bakteri antagonis Pseudomonas  fluorescens. Larutan bakteri P. fluorescens sebanyak 50 ml/polybag disiramkan ke dalam media tanam mulai umur 1 minggu setelah tanam dan diulang seminggu sekali (Moekasan 2002).
3) Eradikasi selektif
Jika dijumpai tanaman paprika yang terserang penyakit layu bakteri dilakukan eradikasi selektif, yaitu dengan cara mencabut dan memusnahkannya.
4) Penggunaan bakterisida
Bakterisida yang efektif untuk mengendalikan penyakit layu bakteri adalah Bactocine L. dengan konsentrasi formulasi 1 ml/l. Bakterisida tersebut secara bergantian disemprotkan pada tanaman atau disiramkan ke dalam media tanam sebanyak 50 ml/polybag dengan frekuensi seminggu sekali (Moekasan 2002).
 

4. Penyakit bercak serkospora
Penyakit bercak serkospora disebabkan oleh cendawan Cercospora capsici yang  dapat  menyerang daun, tunas, bunga, batang,  dan bakal buah. Serangan yang terjadi pada pedisel dapat menimbulkan malformasi buah, yaitu buah tidak dapat berkembang, melainkan menjadi kerdil. Bercak berbentuk bulat melingkar dan bagian tengahnya berwarna abu-abu tua sedangkan bagian luarnya coklat tua (Gambar 15). Pada kelembaban tinggi, cendawan tumbuh seperti bintik-bintik, kemudian melebar dan berwarna abu-abu. Penyakit ini dikenal sebagai penyakit “bintik mata kodok”, karena bintik  tersebut berbentuk seperti mata kodok. Pada saat sudah berukuran lebih besar, bercak mengering dan retak, yang akhirnya bagian buah ini akan jatuh ke tanah. Daun dan buah yang terinfeksi dapat berubah menjadi berwarna kuning dan gugur ke tanah (Suryaningsih et al. 1996).

Pengendalian:
1) Perlakuan benih
Pencegahan serangan penyakit bercak serkospora  dapat dilakukan dengan cara perendaman  benih  sebelum disemai pada larutan Propamocarb (Previcur N) dengan konsentrasi formulasi 1 ml/ l selama 24 jam (Moekasan 2002).
2) Penggunaan mulsa plastik
Penggunaan mulsa plastik dapat menghambat penyebaran infeksi cendawan ini, baik dari buah, daun atau batang ke media tanam, maupun dari media tanam ke bagian tanaman (Suryaningsih et al. 1996).
3) Penggunaan fungisida
Jika serangan penyakit bercak serkospora telah mencapai 5% luas daun, maka tanaman  disemprot dengan fungisida. Fungisida yang dianjurkan untuk cendawan golongan Oomycetes, yaitu fungisida kontak Klorotalonil (Daconil 70 WP) dengan interval 4-7 hari dan fungisida sistemik Metalaxyl (Ridomil Gold MZ) atau Difenakonazol (Score 250 EC) dengan interval 7-10 hari. Penggunaan fungisida kontak dan sistemik dilakukan secara bergiliran untuk menghindari timbulnya resistensi cendawan tersebut terhadap fungisida. Pola pergiliran adalah 3-4 kali aplikasi fungisida kontak dan satu kali apalikasi fungisida sistemik, kemudian diulang kembali dengan pola yang sama (Suryaningsih et al., 1996).

5. Penyakit mosaik (virus kompleks)
Penyakit mosaik pada tanaman cabe dapat disebabkan oleh salah satu atau gabungan berbagai jenis virus seperti virus tomat mosaik (tomato mosaic virus = ToMV), virus mosaik tembakau (tobacco mosaic virus = TMV), virus mosaik mentimun (cucumber mosaic virus = CMV), virus kentang Y (potato virus Y = PVY) dan virus X kentang (potato virus X = PVX) (Suryaningsih et al. 1996)
Pertumbuhan tanaman yang terserang virus relatif lebih kerdil. Mula-mula tulang daun menguning atau terjadi  jalur kuning sepanjang tulang daun. Daun menjadi belang hijau tua dan hijau muda, ukuran daun lebih kecil dan lebih sempit dari ukuran daun yang normal, atau menjadi seperti tali sepatu karena lembaran daun menghilang yang tinggal hanya tulang daun saja. Virus mosaik mentimun sering menyebabkan gejala bisul atau kutil pada buah (Semangun 1989).
Virus masuk ke dalam jaringan melalui luka lalu memperbanyak diri dan menyebar ke seluruh jaringan tanaman secara sistemik. Jenis virus di atas dapat menular melalui persinggungan secara mekanik seperti TMV, ToMV dan PVX; melalui biji seperti ToMV dan TMV (Suryaningsih et al. 1996)  atau  disebarkan oleh  kutu daun seperti CMV dan PVY (Noordam 1973).
 Pengendalian:
1) Infeksi virus mosaik lewat vektornya (kutu daun) yang datang dari luar dapat dicegah dengan melakukan penyemaian benih pada rumah plastik yang dindingnya terbuat dari kasa.
2) Menjaga kebersihan tangan pekerja dan peralatan yang digunakan untuk pemeliharaan tanaman menggunakan larutan alkohol 70% untuk mencegah penyebaran penyakit ini.
3) Pada saat melakukan pewiwilan, tangan pekerja disterilkan dengan menggunakan susu skim atau alkohol 70% (Moekasan, 2002)
4) Lakukan eradikasi selektif jika ada tanaman yang menunjukkan gejala terserang penyakit mosaik, yaitu dengan cara mencabut dan memusnahkannya.

sumber:http://erlanardianarismansyah.wordpress.com

MENGENAL HAMA CABE

/ Category:

Penyakit yang menyerang tanaman tidak hanya disebabkan oleh patogen saja, tetapi dapat pula disebabkan oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, sinar matahari, air, nutrisi, penggunaan pestisida, dan lain-lain. Penyakit yang disebabkan oleh faktor lingkungan disebut penyakit fisiologis. Penyakit fisiologis yang umum dijumpai pada tanaman CABE di Indonesia disebabkan oleh defisiensi unsur hara. Menurut Prabaningrum dan Moekasan (2006), penyakit fisiologis yang disebabkan oleh unsur hara pada tanaman paprika adalah defisiensi unsur Fe (Besi), Mn (Mangan), Mg (Magnesium) dan Ca (Kalsium).

Hama Tanaman 

1. Trips (Thrips parvispinus
Trips (Gambar 1) menyerang daun-daun muda, dengan cara menggaruk dan mengisap cairan daun. Gejala serangan ditandai dengan bagian bawah daun yang terserang berwarna keperakan, selanjutnya berubah menjadi kecoklatan. Daun tampak  keriput, mengeriting dan melengkung ke atas. Di samping menyerang daun, hama trips dapat pula menyerang buah sehingga dapat menurunkan kualitas buah.


Gambar  1 (a) Trips pada bunga (b) imago trips, (c) serangan trips pada buah, dan (d) serangan trips pada daun.

Pengendalian  trips pada tanaman yang dilakukan dengan sistem pengendalian hama terpadu (PHT) adalah sebagai berikut:
1. Pemasangan perangkap lekat warna biru, putih atau kuning
2. Pemanfaatan musuh alami. Musuh alami potensial yang dapat digunakan untuk mengendalikan trips adalah predator kumbang macan Menochilus sexmaculatus (1 ekor/tanaman) dan jamur patogen Verticillium lecanii (konsentrasi 3 x 108 spora/ml) (Gambar 4). Pelepasan kumbang predator dan penyemprotan jamur patogen V. lecanii dilakukan mulai tanaman paprika berumur satu minggu setelah tanam. Penyemprotan jamur patogen V. lecanii dilakukan pada sore hari sekitar pukul 16.00. Di luar negeri, musuh alami trips sudah diperdagangkan seperti kepik Orius sp., tungau predator Amblyseius sp. dan jamur patogen V. lecanii.
3. Penyemprotan insektisida. Penyemprotan insektisida untuk mengendalikan trips pada tanaman merupakan upaya terakhir. Insektisida yang dianjurkan adalah insektisida yang selektif yaitu yang berbahan aktif Spinosad (Tracer 120 EC) dan Abamektin (Agrimec 18 EC). Penggunaan insektisida dilakukan jika populasi hama tersebut telah mencapai ambang pengendalian. Menurut Moekasan et al (2005), nilai ambang pengendalian trips pada tanaman paprika adalah :

- Fase vegetatif (0 – 5 minggu setelah tanam) adalah 2,7 ekor trips/daun atas.
- Fase berbunga (6 – 11 minggu setelah tanam) adalah 0,3 ekor trips/daun pucuk dan 0,8 ekor trips/bunga.
- Fase berbuah (> 11 minggu setelah tanam) adalah 0,3 ekor trips/daun atas.

2. Ulat grayak (Spodoptera litura F.)  
Ulat muda makan daun dengan menyisakan epidermis, sehingga daun menjadi transparan. Ulat tua memakan seluruh bagian daun dan yang ditinggalkan hanya tulang daunnya saja. Ulat mempunyai warna yang bervariasi, tetapi ada ciri utama, yaitu adanya garis menyerupai kalung berwarna hitam yang melingkar pada ruas ketiga. Kepompongnya berwarna coklat tua dan terdapat di permukaan tanah (Kalshoven 1981).
Gambar 6. Larva S. litura (a), serangan S. litura pada daun paprika (b), imago S. litura (c), dan kelompok telur S. litura (d) (Foto : a, b, dan d oleh Tonny K. Moekasan; c oleh van Vreden dan A.L. Ahmadzabidi 1986).

Pengendalian  ulat  grayak:
1) Pengumpulan kelompok telur dan larva.  Kelompok telur dan larva  S. litura yang terdapat pada tanaman dikumpulkan lalu dimusnahkan.
2) Pemasangan feromonoid seks atau perangkap lampu. Untuk menekan populasi awal S. litura dipasang perangkap feromonoid seks atau perangkap lampu mulai saat tanam. Tujuannya adalah untuk menangkap imago atau ngengat S. litura. 

3) Pemanfaatan musuh alami.  Musuh alami yang potensial mengendalikan ulat grayak adalah virus patogen SlNPV (Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus). Di pasaran musuh alami ini sudah dijual dengan nama Vir-X yang diproduksi  oleh Perusahaan Dompet Duafa Republika. Penyemprotan virus patogen ini dilakukan mulai umur tanaman 1 minggu setelah tanam dengan interval 1 minggu.
4) Penggunaan insektisida.  Jika serangan ulat grayak sudah mencapai  ambang pengendalian, yaitu 5% kerusakan daun baru boleh digunakan insektisida. Insektisida yang dianjurkan adalah insektisida selektif seperti Amamektin (Proclaim 5 SG) dan Spinosad (Tracer 120 EC) (Moekasan, 2002).

4. Kutu Daun persik (Myzus persicae)
Kutu daun persik sering pula disebut sebagai kutu daun tembakau. Nimfa dan serangga dewasa menyerang daun-daun muda, dengan cara menusuk dan mengisap cairan daun. Gejala serangan ditandai dengan perubahan tekstur daun menjadi keriput, terpuntir, berwarna kekuningan, pertumbuhan tanaman kerdil, daun menjadi layu dan akhirnya mati. Di samping itu, kutu daun merupakan vektor penyakit virus PLRV dan PVY. Tubuhnya berwarna kuning kehijauan (Gambar  9), dengan panjang tubuh berkisar antara 0,8 – 1,2 mm.
Pengendalian kutu daun persik pada tanaman paprika yang dilakukan dengan sistem PHT adalah sebagai berikut :
1) Pemanfaatan musuh alami.  Di alam, kutu daun persik mempunyai musuh alami yang potensial yaitu parasitoid Aphidius sp.,  kumbang macan M. sexmaculatus, dan larva lalat Syrphidae. Pelepasan kumbang macan M.  sexmaculatus dilakukan sejak  tanaman  paprika berumur 1 minggu setelah tanam dan diulang setiap minggu.
2) Penggunaan insektisida.  Jika populasi kutu daun persik telah mencapai ambang pengendalian, yaitu 7 ekor/10 daun, maka pertanaman disemprot dengan insektisida Fipronil (Regent 50 EC) atau Alfametrin (Fastac 15 EC).



5. Lalat pengorok daun (Liriomyza sp.)
Hama ini menyerang sejak dari persemaian sampai tanaman dewasa. Serangan serangga dewasa pada daun ditandai oleh bercak-bercak putih bekas tusukan ovipositor. Serangan berat  akan mengakibatkan daun mengering seperti terbakar. Gejala serangan oleh larva berupa alur-alur putih pada permukaan daun.
Pengendalian lalat pengorok:
1) Pemasangan perangkap lekat warna kuning.  Pada saat tanam dipasang perangkap lekat warna kuning di atas kanopi tanaman sebanyak 1 buah per 2 m2.
2) Penggunaan insektisida.  Insektisida yang selektif dan efektif yang dianjurkan untuk mengendalikan lalat pengorok daun adalah  Kartap hidroklorida (Padan 50 SP) atau Siromazin (Trigard 75 WP).
 Imago (a), larva (b), pupa (c), dan gejala kerusakan oleh serangan Liriomyza sp. pada  tanaman cabai (d)





ATASI TRIPS PADA CABE

/ Category:



Banyak pestisida beredar dikios-kios pertanian dengan berbagai merk dan fungsi. Tetapi ada pula yang tersedia disekeliling kita, jika kita mau. Termasuk untuk mengatasi TRIPS pada tanaman cabe.........................
Berikut cara membuat pestisida sendiri untuk mengatasi TRIPS:

50 - 100 lembar daun sirsak dihaluskan (boleh pake blender) dan dicampur dengan 5 liter air kemudian didiamkan selama sehari semalam, rendaman tersebut kemudian disaring dengan kain.

1 liter hasil saringan dapat dicampurkan dengan 1 tangki semprot ukuran 17 liter, dan gunakan untuk menyemprot tanaman cabe, Thrips pun akan lenyap.

Penyemprotan sebaiknya dilakukan antara jam 06.00-9.00 dan lakukan secara berkala 3 atau 4 hari sekali.   

PENGENDALI HAMA HANYATI

/ Category:

Tumbuhan penghasil pestisida nabati dibagi menjadi lima kelompok, yaitu:

  1. Kelompok tumbuhan insektisida nabati, adalah kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali hama insekta. Contoh tumbuhan dari kelompok ini adalah: piretrium, aglaia, babadotan, bengkuang, bitung, jaringau, saga, serai, sirsak, srikaya.
  2. Kelompok tumbuhan antraktan atau pemikat, adalah tumbuhan yang menghasilkan suatu bahan kimia yang menyerupai sex pheromon pada serangga betina. Bahan kimia tersebut akan menarik serangga jantan, khususnya hama lalat buah dari jenis Bactrocera dorsalis. Contoh tumbuhan dari kelompok ini adalah: daun wangi dan selasih.
  3. Kelompok tumbuhan rodentisida nabati, adalah kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali hama rodentia. Tumbuh-tumbuhan ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai penekan kelahiran (efek aborsi atau kontrasepsi) dan penekan populasi, yaitu meracuninya. Tumbuhan yang termasuk kelompok penekan kelahiran umumnya mengandung steroid, sedangkan yang tergolong penekan populasi biasanya mengandung alkaloid. Dua jenis tumbuhan yang sering digunakan sebagai rodentisida nabati adalah jenis gadung KB dan gadung racun.
  4. Kelompok tumbuhan moluskisida, adalah kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali hama moluska. Beberapa tanaman menimbulkan pengaruh moluskisida, diantaranya: daun sembung, akar tuba, patah tulang dan tefrosia (kacang babi). 
  5. Kelompok tumbuhan pestisida serba guna, adalah kelompok tumbuhan yang tidak berfungsi hanya satu jenis saja, misalnya insektisida saja, tetapi juga berfungsi sebagai fungisida, bakterisida, moluskisida, nematisida dan lainnya. Contoh tumbuhan dari keompok ini adalah: jambu mete, lada, mimba, mindi, tembakau dan cengkih.
Pestisida nabati dapat membunuh atau mengganggu serangan hama dan penyakit melalui cara kerja yang unik, yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal. Cara kerja pestisida nabati sangat spesifik, yaitu : 
  • merusak perkembangan telur, larva dan pupa
  • menghambat pergantian kulit
  • mengganggu komunikasi serangga
  • menyebabkan serangga menolak makan
  • menghambat reproduksi serangga betina
  • mengurangi nafsu makan
  • memblokir kemampuan makan serangga
  • mengusir serangga
  • menghambat perkembangan patogen penyakit.
Pestisida nabati mempunyai beberapa keunggulan dan kelemahan.
Keunggulan pestisida nabati adalah : 

  • murah dan mudah dibuat sendiri oleh petani
  • relatif aman terhadap lingkungan
  • tidak menyebabkan keracunan pada tanaman
  • sulit menimbulkan kekebalan terhadap hama
  • kompatibel digabung dengan cara pengendalian yang lain
  • menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas residu pestisida kimia. 
Sementara, kelemahannya adalah : 
  • daya kerjanya relatif lambat; 
  • tidak membunuh jasad sasaran secara langsung; 
  • tidak tahan terhadap sinar matahari;
  • kurang praktis;
  • tidak tahan disimpan
  • kadang-kadang harus disemprotkan berulang-ulang.







Pupuk Radiasi Nuklir Tingkatkan Produktivitas Pertanian

/ Category:

Jakarta (ANTARA News) - Pupuk hayati (Biofertilizer) hasil radiasi nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) bernama Azora terbukti mampu meningkatkan produktivitas pertanian.

"Pupuk hayati Batan ini memacu pertumbuhan tanaman seperti membuat akar dan daun lebih banyak, meningkatkan hasil, memperbaiki kualitas menjadi lebih menarik dan bersih, serta mengurangi pemakaian pupuk," kata Kepala Batan Dr Hudi Hastowo di sela Forum for Nuclear Cooperation in Asia (FNCA) yang dihadiri perwakilan dari sembilan negara di Jakarta, Senin.

Dikatakan Hudi, penggunaan pupuk saat ini semakin meningkat seiring dengan kebutuhan pangan dan pemanfaatan lahan, ditambah lagi kecenderungan petani terus meningkatkan penggunaan pupuk untuk mendapatkan hasil yang makin melimpah.

Dilaporkan FAO telah terjadi kenaikan penggunaan pupuk buatan di berbagai negara Asia Tenggara dari lima juta ton pada 1967 menjadi sembilan kali lipat (45 juta ton) 30 tahun kemudian.

"Ini menyebabkan pupuk sering kali langka, khususnya karena bahan baku pupuk berupa nitrogen juga dipengaruhi pasokan dan harga gas," katanya.

Di sisi lain, ujarnya, penggunaan pupuk kimia ini dapat berakibat negatif susulan terhadap lingkungan, sehingga sudah seharusnya bisa disubtitusi dengan pupuk hayati (biofertilizer) yang berbasis mikroba.

"Batan telah meriset dan memperoleh mikroba yang membuat tanah lebih mampu menangkap nitrogen dan membuatnya menjadi subur. Mikroba bernama Azospherelium ini disterilisasi dengan radiasi," tambah Kepala Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi Batan Dr Zainal Abidin.

Radiasi dengan sinar gamma dari Cobalt 60 merupakan teknik sterilisasi bahan pembawa pupuk hayati yang telah teruji efektif dan efisien dibanding dengan teknik `autoclave` (sterilisasi panas -red) yang biasa dilakukan, ujarnya.

"Kami sudah menggunakannya pada jagung serta tanaman hortikultura seperti salada, kubis, brokoli, sawi, atau cabe," katanya.

Proyek Biofertilizer merupakan salah satu proyek FNCA, forum kerjasama nuklir di Asia yang menekankan pemanfaatan teknik nuklir untuk pengembangan pupuk hayati untuk mengatasi ketahanan pangan sekaligus perlindungan lingkungan.

Hasil proyek yang dimulai sejak 2001 ini antara lain berupa sejumlah isolat unggul pupuk hayati dan keberhasilannya meningkatkan komoditas pertanian di negara anggota.