Cari Blog Ini
AUXIN
Auxin adalah salah satu hormon tumbuh yang tidak terlepas dari proses
pertumbuhan
dan perkembangan (growth and development) suatu tanaman.
Hasil penemuan Kogl dan Konstermans (1934) dan Thymann (1935)
mengemukakan bahwa
Indole Acetic Acid (IAA) adalah suatu auxin.
1. Kejadian di dalam alam
Di dalam alam, stimulasi auxin pada pertumbuhan celeoptile ataupun
pucuk suatu
tanaman, merupakan suatu hal yang dapat dibuktikan. Praktek yang mudah
dalam
pembuktian kebenaran diatas dapat dilakukan dengan Bioassay method
yaitu dengan
the straight growth tets dan curvature test.
Menurut Larsen (1944), Indoleacetaldehyde diidentifikasikan sebagai
bahan auxin
yang aktif dalam tanaman, selanjutnya ia mengemukakan bahwa zat kimia
tersebut
aktif dalam menstimulasi pertumbuhan kemudian berubah menjadi IAA.
Perubahan
tersebut menurut Gordon (1956) adalah perubahan dari Trypthopan
menjadi IAA
Tryptamine sebagai salah satu zat organik, merupakan salah satu zat
yang terbentuk
dalam biosintesis IAA. Dalam hal ini perlu dikemukakan dalam tanaman
fanili
Cruciferae dan merupakan zat yang dapat dikelompokan ke dalam auxin
(Jones et
al, 1952). Menurut Thimann dan Mahadevan (1958), zat tersebut atas
bantuan enzym
nitrilase dapat membentuk auxin. Ahli lainnya (Cmelin dan Virtanen,
1961) menerangkan
bahwa Indoleacetonitrile yang terdapat pada tanaman, terbentuk dari
Glucobrassicin
atas aktivitas enzym Myrosinase. Dan zat organik lain (Indoleethanol)
yang terbentuk
dari Trypthopan dalam biosin. Thesis IAA adalah atas bantua bakteri
(Rayle dan
Purves, 1976).
2. Metabolisme Auxin
Hasil penelitian terhadap metabolisme auxin menunjukan bahwa
konsentrasi auxin
di dalam tanaman mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Adapun
faktor-faktor yang
mempengaruhi konsentrasi IAA ini adalah :
a. Sintesis Auxin
b. Pemecahan Auxin
c. In-aktifnya IAA sebagai akibat proses pemecahan molekul.
Sebagaimana diketahui, IAA adalah endogeneous auxin yang terbentuk
dari Trypthopan
yang merupakan suatu senyawa dengan inti Indole dan selalu terdapat
dalam jaringan
tanaman di dalam proses biosintesis. Trypthopan berubah menjadi IAA
dengan membentuk
Indole pyruvic acid dan Indole-3-acetaldehyde. Tetapi IAA ini dapat
pula terbentuk
dari Tryptamine yang selanjutnya menjadi Indole-3-acetaldehyde,
selanjutnya
menjadi Indole-3-acetid acid (IAA). Sedangkan mengenai perubahan
Indole-3-acetonitrile
menjadi IAA dengan bantuan enzym nitrilase prosesnya masih belum
diketahui.
Pemecahan IAA dapat pula terjadi di dalam alam. Hal ini sebagai akibat
adanya
photo oksidasi dan enzyme. Dalam peristiwa photo oksidasi ini, pigmen
pada tanaman
akan menyerap cahaya kemudian energi ini dapat mengoksidasi IAA.
Adapun pigmen
yang berperan dalam photo oksidasi ialah Ribovlavin dan B-Carotene.
Ada hubungan yang berbanding terbalik antara aktivitas oksidasi IAA
dengan kandungan
IAA dalam tanaman. Dalam hal ini apabila kandungan IAA tinggi, maka
aktivitas
IAA oksidasi menjadi rendah, begitu pula sebaliknya. Di dalam daerah
meristematic
yang kadar auxinnya tinggi, ternyata aktivitas IAA oksidasinya rendah.
Sedangkan
di daerah perakaran yang kandungan auxinnya rendah, ternyata aktivitas
IAA oksidasinya
tinggi.
Proses lain yang menyebabkan inaktifnya IAA ialah karena adanya
degradasi oleh
photo oksidasi atau aktivitas suatu enzym.
3. Struktur molekul dan aktivitas auxin
Menurut Koeffli, Thimann dan went (1966), aktivitas auxsin ditentukan
oleh :
a. adanya struktur cincin yang tidak jenuh,
b. adanya rantai keasaman (acid chain)
c. pemisahan karboksil grup (-COOH) dari struktur cincin.
d. Adanya pengaturan ruangan antara struktur cincin dengan rantai
keasaman.
CH2COOH
NH
IAA
Keempat persyaratan diatas merupakan faktor yang menentukan terhadap
aktivitas
auxin.
Tentang sifat dari rantai keasaman, Koeffli (1966) menerangkan bahwa
posisi
dan panjang rantai keasaman, berpengaruh terhadap aktivitas auxin.
Rantai yang
mempunyai karboksil grup dipisahkan oleh karbon atau karbon dan
oksigen akan
memberikan aktivitas yang normal.
4. Arti auxin bagi fisiologi tanaman.
Auxin sebagai salah satu hormon tumbuh bagi tanaman mempunyai peranan
terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dilihat dari segi fisiologi,
hormon tumbuh
ini berpengaruh terhadap :
a. Pengembangan sel
b. Phototropisme
c. Geotropisme
d. Apical dominasi
e. Pertumbuhan akar (root initiation)
f. Parthenocarpy
g. Abisission
h. Pembentukan callus (callus formation) dan
i. Respirasi
a. Pengembangan sel
Dari hasil studi tentang pengaruh auxin terhadap perkembangan sel,
menunjukan
bahwa terdapat indikasi yaitu auxin dapat menaikan tekanan osmotik,
meningkatkan
permeabilitas sel terhadap air, menyebabkan pengurangan tekanan pada
dinding
sel, meningkatkan sintesis protein, meningkatkan plastisitas dan
pengembangan
dinding sel.
Dalam hubungannya dengan permeabilitas sel, kehadiran auxin
meningkatkan difusi
masuknya air ke dalam sel. Hal ini ditunjang oleh pendapat Cleland dan
Brustrom
(1961) bahwa auxin mendukung peningkatan permeabilitas masuknya air ke
dalam
sel.
b. Phototropisme
Suatu tanaman apabila disinari suatu cahaya, maka tanaman tersebut
akan membengkok
ke arah datangnya sinar. Membengkoknya tanaman tersebut adalah karena
terjadinya
pemanjangan sel pada bagian sel yang tidak tersinari lebih besar
dibanding dengan
sel yang ada pada bagian tanaman yang tersinari. Perbedaan rangsangan
(respond)
tanaman terhadap penyinaran dinamakan phototropisme.
Terjadinya phototropisme ini disebabkan karena tidak samanya
penyebaran auxin
di bagian tanaman yang tidak tersinari dengan bagian tanaman yang
tersinari.
Pada bagian tanaman yang tidak tersinari konsentrasi auxinnya lebih
tinggi dibanding
dengan bagian tanaman yang tersinari.
c. Geotropisme
Geotropisme adalah pengaruh gravitasi bumi terhadap pertumbuhan organ
tanaman.
Bila organ tanaman yang tumbuh berlawanan dengan gravitasi bumi, maka
keadaan
tersebut dinamakan geotropisme negatif. Contohnya seperti pertumbuhan
batang
sebagai organ tanaman, tumbuhnya kearah atas. Sedangkan geotropisme
positif
adalah organ-organ tanaman yang tumbuh kearah bawah sesuai dengan
gravitasi
bumi. Contohnya tumbuhnya akar sebagai organ tanaman ke arah bawah.
Keadaan auxi dalam proses geotropisme ini, apabila suatu tanaman
(celeoptile)
diletakan secara horizontal, maka akumulasi auxin akan berada di
dagian bawah.
Hal ini menunjukan adanya transportasi auxin ke arah bawah sebagai
akibat dari
pengaruh geotropisme. Untuk membuktikan pengaruh geotropisme terhadap
akumulasi
auxin, telah dibuktikan oleh Dolk pd tahun 1936 (dalam Wareing dan
Phillips
1970). Dari hasil eksperimennya diperoleh petunjuk bahwa auxin yang
terkumpul
di bagian bawah memperlihatkan lebih banyak dibanding dengan bagian
atas.
Sel-sel tanaman terdiri dari berbagai komponen bahan cair dan bahan
padat. Dengan
adanya gravitasi maka letak bahan yang bersifat cair akan berada di
atas. Sedangkan
bahan yang bersifat padat berada di bagian bawah. Bahan-bahan yang
dipengaruhi
gravitasi dinamakan statolith (misalnya pati) dan sel yang terpengaruh
oleh
gravitasi dinamakan statocyste (termasuk statolith).
d. Apical dominance
Di dalam pola pertumbuhan tanaman, pertumbuhan ujung batang yang
dilengkapi
dengan daun muda apabila mengalami hambatan, maka pertumbuhan tunas
akan tumbuh
ke arah samping yang dikenal dengan "tunas lateral" misalnya saja
terjadi pemotongan pada ujung batang (pucuk), maka akan tumbuh tunas
pada ketiak
daun. Fenomena ini kita namakan "apical dominance"
Hubungan antara auxin dengan apical dominance pada suatu tanaman telah
dibuktikan
oleh Skoog dan Thimann (1975). Dalam eksperimennya, pucuk tanaman
kacang (apical
bud) dibuang, sebagai akibat treatment tersebut menyebabkan tumbuhnya
tunas
di ketiak daun. Dari ujung tanaman yang terpotong itu diletakan blok
agar yang
mengandung auxin. Dari perlakuan tersebut ternyata bahwa tidak terjadi
pertumbuhan
tunas pada ketiak daun. Hal ini membuktikan bahwa auxin yang ada di
apical bud
menghambat tumbuhnya tunas lateral.
e. perpanjangan akar (root initiation)
dalam hubungannya dengan pertumbuhan akar, Luckwil (1956) telah
melakukan suatu
eksperimen dengan menggunakan zat kimia NAA (Naphthalene acetic acid),
IAA (Indole
acetid acid) dan IAN (Indole-3-acetonitrile) yang ditreatment pada
kecambah
kacang. Dari hasil eksperimennya diperoleh petunjuk bahwa ketiga jenis
auxin
ini mendorong pertumbuhan primordia akar. Perlu dikemukakan pula di
sini, bahwa
menurut Delvin (1975), pemberian konsentrasi IAA yang relatif tinggi
pada akar,
akan menyebabkan terhambatnya perpanjangan akar tetapi meningkatkan
jumlah akar.
f. Pertumbuhan batang (stem growth)
Di dalam alam, hubungan antara auxin dengan pertumbuhan batang nyata
erat sekali.
Apabila ujung coleoptile dipotong, kemungkinan tanaman tersebut akan
terhenti
pertumbuhannya.
Di dalam tanaman, jaringan-jaringan muda terdapat pada apical
meristem. Hubungannya
dengan pertumbuhan tanaman peranan auxin sangat erat sekali. Dalam
gambar diatas
diperoleh petunjuk bahwa kandungan auxin yang paling tinggi terdapat
pada pucuk
yang paling rendah (basal).
g. Parthenocarpy
Di dalam alam sering kita menjumpai buah yang tidak berbiji. Seperti ;
Anggur,
Strawberry dan tanaman famili mentimun. Keadaan seperti ini disebabkan
tidak
dialaminya pembuahan pada perkembangan buah. Di dalam fisiologi,
keadaan seperti
ini dinamakan Parthenocarpy.
Di dalam proses Parthenocarpy, hormon auxin bertalian erat. Seperti
dikemukakan
massart (1902) hasil eksperimennya menunjukan bahwa pembengkakan
dinding ovary
bunga anggrek dapat distimulasi oleh tepung sari yang telah mati.
Pada tahun 1934 Yasuda berhasil menemukan penyebab Parthenocarpy
dengan menggunakan
ekstrak tepung sari pada bunga mentimun. Hasil analisisnya menunjukan
bahwa
ekstrak tersebut mengandung auxin. Selanjutnya pada tahun1936,
Gustafon telah
menemukan terjadinya Parthenocarpy dengan menggunakan IAA yang
dicampur dengan
lanolin pada stigma. Hasil penelitian Muir (1942) menunjukan pula
bahwa kandungan
auxin pada ovary yang mengalami pembuahan (pollination) meningkat bila
dibandingkan
dengan ovary yang tidak mengalami pembuahan.
h. Pertumbuhan buah (fruit growth)
Peningkatan volume buah ada hubungannya dengan pertumbuhan buah.
Keadaan ini
akibat hasil pembelahan sel dan/atau pengembangan sel. Menurut Weaver
(1972),
fase pembelahan sel biasanya overlap dengan pengembangan sel (cell
enlargementh).
Keadaan perkembangan ini selalu diikuti oleh peningkatan ukuran buah.
Mengenai hubungannya dengan auxin, diterangkan oleh Muller-Thurgau
dalam tahun
1898 bahwa endosperma dan embrio di dalam biji menghasilkan auxin yang
menstimulasi
pertumbuhan endosperma. Suatu anggapan mengenai peranan auxin dalam
pertumbuhan
buah, telah dibuktikan oleh Crane dalam tahun 1949 dengan menggunakan
2,4, 5-T
sebagai exogenous auxin yang diaplikasikan pada blak berry, anggur,
strawberry
dan jeruk. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa pertumbuhan buah lebih
cepat
60 hari dari fase normal rata-rata 120 hari.
i. Abscission
Abscission adalah suatu proses secara alami terjadinya pemisahan
bagian/organ
tanaman dari tanaman, seperti ; daun, bunga, buah atau batang.
Menurut Addicot (1964) maka dalam proses abscission ini faktor alami
seperti
; dingin, panas, kekeringan, akan berpengaruh terhadap abscission.
Dalam hubungannya
dengan hormon tumbuh, maka mungkin hormon ini akan mendukung atau
menghambat
proses tersebut.
Di dalam proses abscission, akan terjadi perubahan-perubahan
metabolisme dalam
dinding sel dan perubahan secara kimia dari pectin dalam midle
lamella.
Pembentukan lapisan abscission (abscission layer), kadang-kadang
diikuti oleh
susunan cell division proximal. Disini sel-sel baru akan
berdiferensiasi ke
dalam periderm dan membentuk suatu lapisan pelindung (Weaver, 1972).
Mengenai hubungan antara abscission dengan zat tumbuh auxin, Addicot
et al (1955)
mengemukakan sbb: Abscission akan terjadi apabila jumlah auxin yang
ada di daerah
proksimal (proximal region) sama atau lebih dari jumlah auxin yang
terdapat
di daerah distal (distal region). Tetapi apabila jumlah auxin yang
berada di
daerah distal lebih besar dari daerah proximal, maka tidak akan
terjadi abscission.
Dengan kata lain proses abscission ini akan terlambat.
Teori lain (Biggs dan Leopold 1957, 1958) menerangkan bahwa pengaruh
auxin terhadap
abscission ditentukan oleh konsentrasi auxin itu sendiri. Konsentrasi
auxin
yang tinggi akan menghambat terjadinya abscission, sedangkan auxin
dengan konsentrasi
rendah akan mempercepat terjadinya abscission.
Teori terakhir dikemukakan oleh Robinstein dan Leopold (1964) yang
menerangkan
bahwa respon abscission pada daun terhadap auxin dapat dibagi kedalam
dua fase
jika perlakuan auxin diberikan setelah daun terlepas. Fase pertama,
auxin akan
menghambat abscission, dan fase kedua auxin dengan konsentrasi yang
sama akan
mendukung terjadinya abscission.
j. Senescence
Menurut Alex Comport (1956) dalam Leopold (1961) "senescence" adalah
suatu penurunan kemampuan tumbuh (viability) disertai dengan kenaikan
vulnerability
suatu organisme. Namun di dalam tanaman, istilah ini diartikan;
menurunnya fase
pertumbuhan (growth rate) dan kemampuan tumbuh (vigor) serta diikuti
dengan
kepekaan (susceptibility) terhadap tantangan lingkungan, penyakit atau
perubahan
fisik lainnya. Ciri dari fenomena ini selalu diikuti dengan kematian.
Di dalam alam, senescence terjadi pada daun, batang dan buah. Menurut
Leopold
(1961) ada empat bentuk senescence yang terjadi pada tanaman yaitu :
1. Semua organ tumbuh mengalami senescence (over-all senescence)
2. Senescence yang terjadi pada bagian atas (top senescence)
3. Senescence yang terjadi seluruh bagian daun dan buah (decideus
senescence)
4. Senescence berkembang dari daun paling bawah menuju kearah atas
(progresive
senescence)
Ciri-ciri terjadinya senescence dapat ditemukan pada morfologi dan
perubahan
di dalam organ atau seluruh tubuh tanaman. Keadaan seperti ini diikuti
oleh
meningkatnya abscission serta daun dan buah berguguran dari batang
pokok. Begitu
pula pertumbuhan dan pigmentasi warna hijau berubah menjadi warna
kuning, yang
akhirnya buah dan daun terlepas dari batang pokok.
0 komentar:
Posting Komentar